Program Pertukaran Pemuda Indonesia -Australia: One Great Moment in Life- The Beginning
Sebenarnya sudah lama aku ingin menulis pengalamanku sebagai duta pemuda zaman aku masih tercatat sebagai mahasiswa S1 dulu, namun karena aku procrastinator yang konsekuen, keinginanku ini terpaksa pending selama 7 tahun, he he...
Alasan kenapa aku akhirnya mau menulis pengalamanku walau sudah lewat 7 tahun, itu karena kemarin sewaktu aku menjadi volunteer untuk Type To Read (mengetikkan buku untuk Tuna Netra), bahan yang aku ketik adalah buku mengenai pengalaman salah seorang pemuda Indonesia yang berkesempatan untuk mengikuti Pertukaran Pemuda ke Kanada. Nah, itulah alasannya, buku yang aku baca dan ketik kemarin, mengingatkanku pada pengalamanku yang menyenangkan, menyebalkan, aneh, keren dan menegangkan selama mengikuti program pertukaran pemuda antar negara itu. Dan tulisanku ini adalah versi singkat dari buku yang aku ketik kemarin.
Waktu aku kecil, aku pernah menonton acara anak-anak yang bintang tamunya adalah peserta pertukaran pemuda, aku sangat menikmati cerita mereka mengenai pengalaman mereka di luar negeri, di mata anak SD yang jangankan keluar negeri, keluar kampung saja jarang, aku benar-bernar terpesona, aih... betapa menyenangkan bisa keluar negeri, melihat negara yang berbeda, negara yang maju pula, bisa unjuk gigi jadi artis yang menampilkan seni budaya Indonesia, dan bisa punya keluarga "bule", pasti menyenangkan. Saat itu pun aku berikrar dalam hati, suatu hari nanti, aku harus menjadi peserta pertukaran pemuda yang mewakili provinsiku.
Akhirnya setelah hampir 10 tahun menunggu, (aku berikrar tahun 1995 dan berhasil terpilih tahun 2005), aku memiliki kesempatan untuk mengikuti pemilihan wakil provinsi Jambi untuk Pertukaran Pemuda Indonesia-Australia (PPIA). Aku ingat betapa deg-degannya aku saat menginjakkan kaki ku di Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jambi, walaupun sebelumnya aku sudah memiliki pengalaman mengikuti seleksi pemilihan pemuda untuk program Ship for South East Asia Youth Program (SSEAYP), dan pada saat itu "hanya" lolos sampai 3 besar, namun tetap saja nyaliku ciut melihat peserta jumlah peserta yang tidak sedikit, dan bahkan beberapa memiliki potensi yang patut diperhitungkan, seperti Mantan Putri Indonesia Provinsi Jambi 2004 yang juga ikut dalam seleksi ini, fiuuhhh....
Seusai mendaftarkan kembali namaku, aku segera mencari tempat yang nyaman untuk sekadar membaca bahan-bahan tes tertulis dan sekaligus "mengenali" lawan-lawanku. Dan tempat yang nyaman itu ternyata, seperti biasa, bergerombol dengan teman-teman sekampusku yang juga banyak yang mengikuti seleksi ini. Alih-alih membaca-baca bahan yang sudah kupersiapkan, kami malah ngobrol ngalor-ngidul alias ngerumpi alias gosip (bahasa Jambinya: Ngota :)). Yah.. lumayanlah menurunkan ketegangan, karena suasananya pagi itu, lumayan tegang, dan berhaha-hihi memang membuat otot-otak lebih rileks.
Tes pertama yang aku ikuti pagi itu adalah tes tertulis Bahasa Inggris, walaupun tercatat sebagai mahasisiwa Department Bahasa Inggris, tak pelak aku grogi juga. Malu, kalau-kalau jawabanku banyak salah, dan aku akan mempermalukan kampusku. Apalagi, ketua tim untuk tes Bahasa Inggrisku dulu adalah Kepala SMU-ku dulu, yang terkenal galak, sadis, disiplin namun kadang baik hati juga.
Salah satu anggota Tim tes Bahasa Inggris, seorang mbak-mbak bermuka judes, berpenampilan ala sekretaris kantoran mulai membagi-bagikan soal ujian, jangan harap dia bakalan tersenyum, tidak di pelototin saja sudah bersyukur. Aku yang duduk di kursi deretan dua-sebelah dinding kanan ruangan, segera berdoa, semoga jawabanku lancar dan soal tes nya tidak akan membuat otakku terbakar :). Syukurlah, Tuhan menjawab doaku, setelah membaca soal tes, aku lebih percaya diri, soal tes Bahasa Inggris yang diujikan lebih ke grammar dan tenses, dan tidak terlalu susah, ada conversation, fill in the blank, ada beberapa soal pilihan berganda. Satu persatu soal aku jawab dan dalam waktu 30 menit aku sudah menyelesaikan soal tes ku.
Setelah tes pertama kami diperkenankan istirahat selama satu jam, sambil panitia menyiapkan tes berikutnya. Tak lama, kami mulai di beri arahan. Tes berikutnya adalah wawancara berkelompok, nantinya kami akan dibagi dalam beberapa kelompok, dan diwawancara oleh panelis yang merupakan tim gabungan antara perwakilan dari pemerintahan (Dispora, Diknas, dan Dikbud) dan pastinya juga perwakilan dari Alumni PCMI, yang beberapa wajahnya lumayan familiar.
Cukup lama juga aku menunggu diluar, sekitar 45 menit akhirnya namaku dipanggil, aku dan beberapa peserta seleksi segera mengambil tempat duduk masing-masing dihadapan para panelis, aku sengaja duduk di posisi kedua dari kanan, karena dari pengalaman satu tahun sebelumnya, pertanyaan yang dilontarkan kepada peserta dalam satu kelompok adalah sama, dan harus dijawab mulai dari peserta yang duduk di pinggir, baik dari sebelah kanan maupun sebelah kiri. Ini salah satu strategi ku untuk menghindari menjadi peserta pertama yang menjawab, karena bagaimanapun, setiap jawaban harus difikirkan terlebih dahulu sebelum dijawab dengan baik. Pada table pertama yang terdiri dari 4 orang panelis, pertanyaan yang diberikan cukup bervariasi, pertanyaan mengenai pengetahuan umum, tentang dunia internasional, hubungan Indonesia dengan negara tertentu, dan juga isu terkini baik internasional dan nasional. Posisi memang menentukan prestasi, posisi dudukku membuat ku memiliki beberapa waktu untuk berfikir, dan menjawab dengan lebih jitu.
Dalam tes wawancara berkelompok ini ternyata kami harus "bertemu" dengan semua panitia seleksi yang juga dibagi dalam beberapa kelompok, alhasil selesai dari table satu, kami "lanjut" ke table dua dan tiga. Di table dua, kami harus menjawab pertanyaan seputar pengetahuan daerah, nama-nama tarian, nama-nama bupati, tempat wisata di Jambi, dan makanan khas. Pertanyaannya tidak terlalu sulit, hanya saja cara menjawab yang agak bolak, balik, yang lucu ketiga harus menyebutkan nama-nama gubernur Jambi dari dulu sampai pada saat itu (2005) salah satu peserta,menyebutkan Abdurahman Sayuti sampai 3 kali, sementara yang lain menyebutkan nama-namanya gubernur secara acak.
Lanjut lagi ke table tiga, perwakilan dari Dispora dan alumni dari Kanada. Walaupun perwakilan dari Dispora, Pak Imron, kenal baik denganku, dan alumni dari Kanada itu teman baikku sendiri, jangan harap ada pengecualian, dan keistimewaan, yang ada saat itu aku malah "dikerjain". Sewaktu aku mengambil posisi tengah, posisi andalanku, aku malah disuruh duduk di pinggir, hadeh...
Pertanyaan yang mereka berikan juga lumayan "tricky", pertanyaan seperti "kenapa ikut seleksi", "jelaskan mengenai diri kamu saat ini dalam tiga kata", "bagaimana kamu menjelaskan Jambi kepada orang luar sana, secara padat ringkas dan tepat namun mengesankan?" dan lain-lain, dan setiapkali aku menjawab, mereka bertanya lagi dan bertanya lagi sampai aku bete sendiri. Tapi rupanya mereka juga melihat mental para peserta, hehehe...
Setelah mengikuti wawancara hampir 45 menit, tes untuk hari itu selesai juga. Aku merasa lega, namun bukan berarti selesai, besok akan ada tes seni dan budaya. Untuk tes ini aku sudah menyiapkan beberapa tarian yang aku siapkan dengan baik, dan satu tarian yang aku kuasai penuh (thanks to Lily, my personal dance trainer).
Untuk persiapan tarian ini, ada cerita khusus sendiri, hari minggu which was satu hari sebelum tes, aku nekad ke rumah Lily, minta diajarin beberapa tarian sampai mahir, Lily tentu saja tertawa mendengar "ambisiku" ini, alhasil dia bilang "gini aja Mil, ntar aku ajarin satu tarian sampai jago, nah lu tampilin satu tarian itu saja, kalau lolos nanti kita latihan tari yang lain lagi, bagaimana?" aku setuju juga, dan ternyata memang benar, walaupun zaman SD sampai SMU dulu aku selalu tampil menari untuk acara sekolah, namun karena sudah tua atau bagaimana, sulit juga menghafal seluruh garakan tarian yang bertempo cepat dan variatif ini. Aku sampai hilang nafas, keseleo, dan dehidrasi, literally. Dan setelah latihan dari jam 9 pagi sampai 9 malam (12 jam non-stop) akhirnya aku menguasai juga tarian itu, tarian Joget Melayu Jambi versi 2005.
Malam sebelum tes kedua, aku latihan menari lagi dari pulang tes sekitar jam 2 siang sampai jam 11 malam, aku ingat emak ku sampai khawatir kalau-kalau aku bakalan sakit, namun aku memastikan bahwa aku baik-baik saja. Namun, ketika bangun pagi untuk tes kedua, badanku rasanya remuk redam, sakit-sakit semua, sebenarnya sakit-sakitnya sudah kurasakan dari kemarin, pada saat tes pertama, tapi karena aku terlalu bersemangat,nervous, aku jadi "lupa" dengan pegal-pegal badanku. Alhasil, pada hari itu pegal-pegalku bertambah parah. Namun aku pantang menyerah, dengan sedikit terseok-seok, aku siap berangkat untuk bertarung di tes kedua, Tes Seni dan Budaya.
Hari kedua, masih ramai, para peserta sudah banyak yang hadir ketika aku sampai di Kantor Dispora, Jambi. Beberapa peserta ada yang membawa gitar, selendang tari, dan lain-lain. Aku pun sudah siap dengan kaset tari ku. Ternyata tes kedua di mulai hampir pukul 9, dengan wawancara seputar seni dan budaya, seorang "ahli" dari Disbud. Nah dalam wawancara inilah, aku dan peserta seleksi yang lain lumayan sebal dengan bapak satu ini. Pertanyaan yang beliau berikan pada saat itu, sedikit tidak nyambung menurut kami, mungkin karena kami tidak menduga akan diberikan pertanyaan mengenai, "apa itu budaya?" aku ingat betul dengan semangat 45 aku menjawab, "budi dan akal, yang berkembang pada suatu kelompok masyarakat tertentu" dan belum selesai aku menjawab, beliau langsung memotong, "SALAH!!". Nah lho! aku hanya bengong saja, sementara peserta yang lain terlihat bingung. Lalu beliau menjawab panjang lebar dengan versi yang aku rasa aku belum pernah dengar sebelumnya, but what can I say, he was the expert :).
Usai wawancara, tes dilnjutkan dengan tes penampilan seni, ada 30 menit jeda sebelum tes dilanjutkan karena panitia masih mempersiapkan tempat dan peralatannya.Tes dibagi dua, putri dan putra, kami semua peserta putri di persilahkan masuk kedalam ruangan, aku ingat kami didata, siapa yang akan menampilkan tarian, lagu, musik, atau yang lain. Apabila tarian nya sama, maka untuk menghemat waktu akan ditarikan secara berkelompok. Mendengar hal itu itu, aku lumayan khawatir, bagaimana kalau ada peserta yang menarikan tarian Joget melayu Jambi tapi gerakannya berbeda,terus nanti aku ditanya, "Tarian Joget Melayu kamu di gubah sama siapa?" dan aku cuma bisa cengegesan karena tidak bisa menjawab. Dan ternyata setelah didata, ada beberapa peserta yang akan menarikan Joget Melayu Jambi, namun memang dengan versi yang berbeda, ada versi Zapin dan ada versi Dana, alhasil, aku menarikan tarianku sendiri.
Aku tampil sebagai peserta ke 10 pada saat itu, dengan percaya diri aku berdiri disamping kanan ruangan, sampil menunggu aba-aba dari tarianku untuk masuk ke "panggung". Tak lama musik tarianku mulai terdengar, sambil tak lupa "basmallah" aku maju dan mulai menarikan tarianku, lenggok kekanan, putar kekiri, lompat kedepan, mundur kebelakang, meliuk-liukan tangan, tersenyum manis, putar lagi kekiri, berjongkok dan berjingkat (waduh... ribet dan lumayan susah tarianku itu) akhirnya aku mengatupkan tangan didepan dada, dengan posisi sembah, selesai juga tarianku yang memakan waktu sekitar 7 menit, cuma 7 menit rasanya 7 bulan, capai luar biasa, sampai keringat bercucuran. Sambil menahan kaki yang sakit, aku tersenyum manis keluar dari "panggung" tiba di sisi ruangan aku langsung duduk di lantai, akhirnya...
Masih ada beberapa peserta yang juga menampilkan tarian, beberapa tampil sangat luwes, yang lain cukup kaku. Ada juga yang , menyanyikan lagu tradisional Jambi yang cengkok melayu yang patut di acungi jempol, wah.. betul-betul ketat persaingan tahun ini, fikirku saat itu. Namun ada juga yang lucu, beberapa peserta juga menampilkan bakat mereka bermain teater, aku ingat saat itu, salah seorang panitia penguji tes, alumni PPIA, meminta peserta untuk berakting mengiris bawang. Terdengar mudah bukan? beberapa peserta maju dan menampilkan akting yang kasak-kusuk, seolah mempersiapkan pisau, talenan, dan lain sebagainya, lalu berakting memotong bawang, "Cukup!" teriak panitia penguji tes. Lalu peserta selanjutnya juga menampilkan akting yang sama, si panitia penguji hanya geleng-geleng kepala, sampai akhirnya peserta yang ketiga tampil, dia berdiri sambil tangannya seolah-olah memotong bawang, tak lama dia mulai mengerjap-ngerjapkan matanya, dan mengelap airmata yang keluar disudut matanya, "this is it!" ujarku dalam hati, bingo! cerdas juga dia mengetahui maksud dari akting mengiris bawang itu. Ada senyum lebar di bibir si panitia penguji, benar, inilah yang dia cari.
Tes hari kedua selesai hampir sore hari, di tahap ini kami sudah mulai bisa melihat siapa yang benar-benar lawan tangguh. Aku sendiri merasa hampir semuanya bagus dan lawan yang tangguh, namun ada dua peserta yang benar-benar patut kuperhitungkan, termasuk Putri Indonesia Provinsi Jambi 2004 itu.
Masih ada tes terakhir yakni tes fisik, untuk hari ketiga. Aku cuma berdoa tidak ada adegan lari tiga putaran lapangan yang luas, seperti tahun sebelumnya, karena aku punya kendala fisik kalau berlari, aku gampang kram perut dan jangankan tiga putaran, satu putaran saja sudah Alhamdulillah.
Hari ketiga, tempat tes tidak lagi di Kantor Dispora, melainkan di lapangan kantor gubernur Jambi. sekitar jam 8 aku sampi di kantor gubernur yang megah itu, dengan mengenakan baju olahraga zaman SMU dulu, celana training plus sepatu converse. Syukurlah ternyata tidak ada tes lari marathon keliling lapangan 3 kali, yang ada lari sprinter, bolak-balik 5 sampai 7 kali, sit up, push up dan lempar bola. Tes juga lebih untuk melihat, kecepatan, ketangkasan dan ketahanan fisik, dalam artian tidak mudah ngos-ngosan apalagi pingsan karena lesu darah.
Usai tes fisik, panitia mengumumkan sore hasil tes akan diumumkan, dan sistem gugur mulai dijalankan, nanti sore ada 10 besar peserta saja yang namanya akan keluar untuk maju ke tahapan berikutnya, 5putra dan lima putri. Aku deg-degan dan berdua supaya namaku akan keluar di papan pengumuman itu.
To be continued...
Alasan kenapa aku akhirnya mau menulis pengalamanku walau sudah lewat 7 tahun, itu karena kemarin sewaktu aku menjadi volunteer untuk Type To Read (mengetikkan buku untuk Tuna Netra), bahan yang aku ketik adalah buku mengenai pengalaman salah seorang pemuda Indonesia yang berkesempatan untuk mengikuti Pertukaran Pemuda ke Kanada. Nah, itulah alasannya, buku yang aku baca dan ketik kemarin, mengingatkanku pada pengalamanku yang menyenangkan, menyebalkan, aneh, keren dan menegangkan selama mengikuti program pertukaran pemuda antar negara itu. Dan tulisanku ini adalah versi singkat dari buku yang aku ketik kemarin.
Waktu aku kecil, aku pernah menonton acara anak-anak yang bintang tamunya adalah peserta pertukaran pemuda, aku sangat menikmati cerita mereka mengenai pengalaman mereka di luar negeri, di mata anak SD yang jangankan keluar negeri, keluar kampung saja jarang, aku benar-bernar terpesona, aih... betapa menyenangkan bisa keluar negeri, melihat negara yang berbeda, negara yang maju pula, bisa unjuk gigi jadi artis yang menampilkan seni budaya Indonesia, dan bisa punya keluarga "bule", pasti menyenangkan. Saat itu pun aku berikrar dalam hati, suatu hari nanti, aku harus menjadi peserta pertukaran pemuda yang mewakili provinsiku.
Akhirnya setelah hampir 10 tahun menunggu, (aku berikrar tahun 1995 dan berhasil terpilih tahun 2005), aku memiliki kesempatan untuk mengikuti pemilihan wakil provinsi Jambi untuk Pertukaran Pemuda Indonesia-Australia (PPIA). Aku ingat betapa deg-degannya aku saat menginjakkan kaki ku di Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jambi, walaupun sebelumnya aku sudah memiliki pengalaman mengikuti seleksi pemilihan pemuda untuk program Ship for South East Asia Youth Program (SSEAYP), dan pada saat itu "hanya" lolos sampai 3 besar, namun tetap saja nyaliku ciut melihat peserta jumlah peserta yang tidak sedikit, dan bahkan beberapa memiliki potensi yang patut diperhitungkan, seperti Mantan Putri Indonesia Provinsi Jambi 2004 yang juga ikut dalam seleksi ini, fiuuhhh....
Seusai mendaftarkan kembali namaku, aku segera mencari tempat yang nyaman untuk sekadar membaca bahan-bahan tes tertulis dan sekaligus "mengenali" lawan-lawanku. Dan tempat yang nyaman itu ternyata, seperti biasa, bergerombol dengan teman-teman sekampusku yang juga banyak yang mengikuti seleksi ini. Alih-alih membaca-baca bahan yang sudah kupersiapkan, kami malah ngobrol ngalor-ngidul alias ngerumpi alias gosip (bahasa Jambinya: Ngota :)). Yah.. lumayanlah menurunkan ketegangan, karena suasananya pagi itu, lumayan tegang, dan berhaha-hihi memang membuat otot-otak lebih rileks.
Tes pertama yang aku ikuti pagi itu adalah tes tertulis Bahasa Inggris, walaupun tercatat sebagai mahasisiwa Department Bahasa Inggris, tak pelak aku grogi juga. Malu, kalau-kalau jawabanku banyak salah, dan aku akan mempermalukan kampusku. Apalagi, ketua tim untuk tes Bahasa Inggrisku dulu adalah Kepala SMU-ku dulu, yang terkenal galak, sadis, disiplin namun kadang baik hati juga.
Salah satu anggota Tim tes Bahasa Inggris, seorang mbak-mbak bermuka judes, berpenampilan ala sekretaris kantoran mulai membagi-bagikan soal ujian, jangan harap dia bakalan tersenyum, tidak di pelototin saja sudah bersyukur. Aku yang duduk di kursi deretan dua-sebelah dinding kanan ruangan, segera berdoa, semoga jawabanku lancar dan soal tes nya tidak akan membuat otakku terbakar :). Syukurlah, Tuhan menjawab doaku, setelah membaca soal tes, aku lebih percaya diri, soal tes Bahasa Inggris yang diujikan lebih ke grammar dan tenses, dan tidak terlalu susah, ada conversation, fill in the blank, ada beberapa soal pilihan berganda. Satu persatu soal aku jawab dan dalam waktu 30 menit aku sudah menyelesaikan soal tes ku.
Setelah tes pertama kami diperkenankan istirahat selama satu jam, sambil panitia menyiapkan tes berikutnya. Tak lama, kami mulai di beri arahan. Tes berikutnya adalah wawancara berkelompok, nantinya kami akan dibagi dalam beberapa kelompok, dan diwawancara oleh panelis yang merupakan tim gabungan antara perwakilan dari pemerintahan (Dispora, Diknas, dan Dikbud) dan pastinya juga perwakilan dari Alumni PCMI, yang beberapa wajahnya lumayan familiar.
Cukup lama juga aku menunggu diluar, sekitar 45 menit akhirnya namaku dipanggil, aku dan beberapa peserta seleksi segera mengambil tempat duduk masing-masing dihadapan para panelis, aku sengaja duduk di posisi kedua dari kanan, karena dari pengalaman satu tahun sebelumnya, pertanyaan yang dilontarkan kepada peserta dalam satu kelompok adalah sama, dan harus dijawab mulai dari peserta yang duduk di pinggir, baik dari sebelah kanan maupun sebelah kiri. Ini salah satu strategi ku untuk menghindari menjadi peserta pertama yang menjawab, karena bagaimanapun, setiap jawaban harus difikirkan terlebih dahulu sebelum dijawab dengan baik. Pada table pertama yang terdiri dari 4 orang panelis, pertanyaan yang diberikan cukup bervariasi, pertanyaan mengenai pengetahuan umum, tentang dunia internasional, hubungan Indonesia dengan negara tertentu, dan juga isu terkini baik internasional dan nasional. Posisi memang menentukan prestasi, posisi dudukku membuat ku memiliki beberapa waktu untuk berfikir, dan menjawab dengan lebih jitu.
Dalam tes wawancara berkelompok ini ternyata kami harus "bertemu" dengan semua panitia seleksi yang juga dibagi dalam beberapa kelompok, alhasil selesai dari table satu, kami "lanjut" ke table dua dan tiga. Di table dua, kami harus menjawab pertanyaan seputar pengetahuan daerah, nama-nama tarian, nama-nama bupati, tempat wisata di Jambi, dan makanan khas. Pertanyaannya tidak terlalu sulit, hanya saja cara menjawab yang agak bolak, balik, yang lucu ketiga harus menyebutkan nama-nama gubernur Jambi dari dulu sampai pada saat itu (2005) salah satu peserta,menyebutkan Abdurahman Sayuti sampai 3 kali, sementara yang lain menyebutkan nama-namanya gubernur secara acak.
Lanjut lagi ke table tiga, perwakilan dari Dispora dan alumni dari Kanada. Walaupun perwakilan dari Dispora, Pak Imron, kenal baik denganku, dan alumni dari Kanada itu teman baikku sendiri, jangan harap ada pengecualian, dan keistimewaan, yang ada saat itu aku malah "dikerjain". Sewaktu aku mengambil posisi tengah, posisi andalanku, aku malah disuruh duduk di pinggir, hadeh...
Pertanyaan yang mereka berikan juga lumayan "tricky", pertanyaan seperti "kenapa ikut seleksi", "jelaskan mengenai diri kamu saat ini dalam tiga kata", "bagaimana kamu menjelaskan Jambi kepada orang luar sana, secara padat ringkas dan tepat namun mengesankan?" dan lain-lain, dan setiapkali aku menjawab, mereka bertanya lagi dan bertanya lagi sampai aku bete sendiri. Tapi rupanya mereka juga melihat mental para peserta, hehehe...
Setelah mengikuti wawancara hampir 45 menit, tes untuk hari itu selesai juga. Aku merasa lega, namun bukan berarti selesai, besok akan ada tes seni dan budaya. Untuk tes ini aku sudah menyiapkan beberapa tarian yang aku siapkan dengan baik, dan satu tarian yang aku kuasai penuh (thanks to Lily, my personal dance trainer).
Untuk persiapan tarian ini, ada cerita khusus sendiri, hari minggu which was satu hari sebelum tes, aku nekad ke rumah Lily, minta diajarin beberapa tarian sampai mahir, Lily tentu saja tertawa mendengar "ambisiku" ini, alhasil dia bilang "gini aja Mil, ntar aku ajarin satu tarian sampai jago, nah lu tampilin satu tarian itu saja, kalau lolos nanti kita latihan tari yang lain lagi, bagaimana?" aku setuju juga, dan ternyata memang benar, walaupun zaman SD sampai SMU dulu aku selalu tampil menari untuk acara sekolah, namun karena sudah tua atau bagaimana, sulit juga menghafal seluruh garakan tarian yang bertempo cepat dan variatif ini. Aku sampai hilang nafas, keseleo, dan dehidrasi, literally. Dan setelah latihan dari jam 9 pagi sampai 9 malam (12 jam non-stop) akhirnya aku menguasai juga tarian itu, tarian Joget Melayu Jambi versi 2005.
Malam sebelum tes kedua, aku latihan menari lagi dari pulang tes sekitar jam 2 siang sampai jam 11 malam, aku ingat emak ku sampai khawatir kalau-kalau aku bakalan sakit, namun aku memastikan bahwa aku baik-baik saja. Namun, ketika bangun pagi untuk tes kedua, badanku rasanya remuk redam, sakit-sakit semua, sebenarnya sakit-sakitnya sudah kurasakan dari kemarin, pada saat tes pertama, tapi karena aku terlalu bersemangat,nervous, aku jadi "lupa" dengan pegal-pegal badanku. Alhasil, pada hari itu pegal-pegalku bertambah parah. Namun aku pantang menyerah, dengan sedikit terseok-seok, aku siap berangkat untuk bertarung di tes kedua, Tes Seni dan Budaya.
Hari kedua, masih ramai, para peserta sudah banyak yang hadir ketika aku sampai di Kantor Dispora, Jambi. Beberapa peserta ada yang membawa gitar, selendang tari, dan lain-lain. Aku pun sudah siap dengan kaset tari ku. Ternyata tes kedua di mulai hampir pukul 9, dengan wawancara seputar seni dan budaya, seorang "ahli" dari Disbud. Nah dalam wawancara inilah, aku dan peserta seleksi yang lain lumayan sebal dengan bapak satu ini. Pertanyaan yang beliau berikan pada saat itu, sedikit tidak nyambung menurut kami, mungkin karena kami tidak menduga akan diberikan pertanyaan mengenai, "apa itu budaya?" aku ingat betul dengan semangat 45 aku menjawab, "budi dan akal, yang berkembang pada suatu kelompok masyarakat tertentu" dan belum selesai aku menjawab, beliau langsung memotong, "SALAH!!". Nah lho! aku hanya bengong saja, sementara peserta yang lain terlihat bingung. Lalu beliau menjawab panjang lebar dengan versi yang aku rasa aku belum pernah dengar sebelumnya, but what can I say, he was the expert :).
Usai wawancara, tes dilnjutkan dengan tes penampilan seni, ada 30 menit jeda sebelum tes dilanjutkan karena panitia masih mempersiapkan tempat dan peralatannya.Tes dibagi dua, putri dan putra, kami semua peserta putri di persilahkan masuk kedalam ruangan, aku ingat kami didata, siapa yang akan menampilkan tarian, lagu, musik, atau yang lain. Apabila tarian nya sama, maka untuk menghemat waktu akan ditarikan secara berkelompok. Mendengar hal itu itu, aku lumayan khawatir, bagaimana kalau ada peserta yang menarikan tarian Joget melayu Jambi tapi gerakannya berbeda,terus nanti aku ditanya, "Tarian Joget Melayu kamu di gubah sama siapa?" dan aku cuma bisa cengegesan karena tidak bisa menjawab. Dan ternyata setelah didata, ada beberapa peserta yang akan menarikan Joget Melayu Jambi, namun memang dengan versi yang berbeda, ada versi Zapin dan ada versi Dana, alhasil, aku menarikan tarianku sendiri.
Aku tampil sebagai peserta ke 10 pada saat itu, dengan percaya diri aku berdiri disamping kanan ruangan, sampil menunggu aba-aba dari tarianku untuk masuk ke "panggung". Tak lama musik tarianku mulai terdengar, sambil tak lupa "basmallah" aku maju dan mulai menarikan tarianku, lenggok kekanan, putar kekiri, lompat kedepan, mundur kebelakang, meliuk-liukan tangan, tersenyum manis, putar lagi kekiri, berjongkok dan berjingkat (waduh... ribet dan lumayan susah tarianku itu) akhirnya aku mengatupkan tangan didepan dada, dengan posisi sembah, selesai juga tarianku yang memakan waktu sekitar 7 menit, cuma 7 menit rasanya 7 bulan, capai luar biasa, sampai keringat bercucuran. Sambil menahan kaki yang sakit, aku tersenyum manis keluar dari "panggung" tiba di sisi ruangan aku langsung duduk di lantai, akhirnya...
Masih ada beberapa peserta yang juga menampilkan tarian, beberapa tampil sangat luwes, yang lain cukup kaku. Ada juga yang , menyanyikan lagu tradisional Jambi yang cengkok melayu yang patut di acungi jempol, wah.. betul-betul ketat persaingan tahun ini, fikirku saat itu. Namun ada juga yang lucu, beberapa peserta juga menampilkan bakat mereka bermain teater, aku ingat saat itu, salah seorang panitia penguji tes, alumni PPIA, meminta peserta untuk berakting mengiris bawang. Terdengar mudah bukan? beberapa peserta maju dan menampilkan akting yang kasak-kusuk, seolah mempersiapkan pisau, talenan, dan lain sebagainya, lalu berakting memotong bawang, "Cukup!" teriak panitia penguji tes. Lalu peserta selanjutnya juga menampilkan akting yang sama, si panitia penguji hanya geleng-geleng kepala, sampai akhirnya peserta yang ketiga tampil, dia berdiri sambil tangannya seolah-olah memotong bawang, tak lama dia mulai mengerjap-ngerjapkan matanya, dan mengelap airmata yang keluar disudut matanya, "this is it!" ujarku dalam hati, bingo! cerdas juga dia mengetahui maksud dari akting mengiris bawang itu. Ada senyum lebar di bibir si panitia penguji, benar, inilah yang dia cari.
Tes hari kedua selesai hampir sore hari, di tahap ini kami sudah mulai bisa melihat siapa yang benar-benar lawan tangguh. Aku sendiri merasa hampir semuanya bagus dan lawan yang tangguh, namun ada dua peserta yang benar-benar patut kuperhitungkan, termasuk Putri Indonesia Provinsi Jambi 2004 itu.
Masih ada tes terakhir yakni tes fisik, untuk hari ketiga. Aku cuma berdoa tidak ada adegan lari tiga putaran lapangan yang luas, seperti tahun sebelumnya, karena aku punya kendala fisik kalau berlari, aku gampang kram perut dan jangankan tiga putaran, satu putaran saja sudah Alhamdulillah.
Hari ketiga, tempat tes tidak lagi di Kantor Dispora, melainkan di lapangan kantor gubernur Jambi. sekitar jam 8 aku sampi di kantor gubernur yang megah itu, dengan mengenakan baju olahraga zaman SMU dulu, celana training plus sepatu converse. Syukurlah ternyata tidak ada tes lari marathon keliling lapangan 3 kali, yang ada lari sprinter, bolak-balik 5 sampai 7 kali, sit up, push up dan lempar bola. Tes juga lebih untuk melihat, kecepatan, ketangkasan dan ketahanan fisik, dalam artian tidak mudah ngos-ngosan apalagi pingsan karena lesu darah.
Usai tes fisik, panitia mengumumkan sore hasil tes akan diumumkan, dan sistem gugur mulai dijalankan, nanti sore ada 10 besar peserta saja yang namanya akan keluar untuk maju ke tahapan berikutnya, 5putra dan lima putri. Aku deg-degan dan berdua supaya namaku akan keluar di papan pengumuman itu.
To be continued...
Komentar
Posting Komentar